Hai guys! Kalian sudah tau belum, apa, sih Mitigasi Bencana itu?
Kemudian, apa yang kalian tau tentang mitigasi bencana gunung meletus?
Bagaimana kalau kita mencoba mengerjakan soal-soal seputar mitigasi
bencana gunung meletus?
Setelah membuka dan materi pada blog ini, cobalah jawab beberapa pertanyaan ini:
1.) Apa yang dimaksud Mitigasi Bencana Gunung Meletus?
2.) Apa saja tahapan Mitigasi Bencana Gunung Meletus?
3.)
Bila kalian tinggal di dekat gunung api, apa saja yang perlu kalian
siapkan dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu datang?
4.) Mengapa kita perlu bersikap waspada dalam mengantisipasi bencana?
5.)
Menurut kalian, bagaimana peranan Pemerintah ketika terjadi bencana
Gunung Meletus yang belakangan kerap terjadi di Indonesia?
6.)
Suatu ketika, kita terpaksa mengungsi selama beberapa hari akibat
letusan gunung api di dekat tempat tinggal kita. Setelah beberapa saat,
gunung berhenti mengeluarkan letusan. Menurut kalian, apakah kita bisa
langsung kembali ke tempat tinggal kita? Berikan alasannya!
Nah itu tadi beberapa pertanyaan yang dapat kalian jawab.
Untuk menjawab pertanyan-pertanyaan di atas, materi secara keseluruhan telah dimuat di blog ini.
Bagaimana menurut kalian? Giliran kalian semua yang menyimpulkan ya! ;)
Check this out !!!
Minggu, 27 April 2014
Introducing us...
Alhamdulillahirrabbil'alamin.
Atas terciptanya blog ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:
Guru Pembimbing kami, Bapak Budi Santoso, S.Pd,
Teman-teman kami dari kelas X MIPA-2 SMA N 1 Ungaran,
serta berbagai narasumber dari informasi yang kami himpun.
Around us: Penerapan Tekonologi untuk Mitigasi
Come back again with us, readers!
Bicara soal mitigasi gunung meletus nih, sadarkah kalian bahwa bencana ini merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di negara kita?
Salah satu gunung api di Indonesia yang sangat aktif adalah Gunung Merapi di Jawa Tengah.
Tahu kah kalian, saat ini sudah ada teknologi canggih sudah digunakan untuk mengawasi aktifitas Gunung Merapi?
Wah bagaimana ya, teknologi ini bekerja? Bisakah teknologi ini membantu manusia menghadapi bencana?
Kami punya informasinya untuk kalian, readers!
Untuk pertama kali sejak mengalami letusan pada 2010, puncak Gunung Merapi berhasil dipotret menggunakan teknologi UAV.
Gambar tersebut diperoleh dengan pesawat terbang tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle) atau UAV pada 25 dan 26 April lalu. Dalam pemantauan ini Lembaga Penerbagangan dan Antariksa Nasional bekerja sama dengan FMIPA dan F Geografi UGM serta R Botix Bandung.
Pemantauan Merapi ini menggunakan pesawat terbang nirawak berbahan styrofoam dengan panjang sayap 1,6 meter dan panjang badan 1,2 meter. Pesawat ini dilengkapi sistem terbang otomatis dengan program sasaran dan jalur terbang yang telah ditentukan.
Pesawat ini membawa kamera saku dan dapat terbang selama 30 menit. Sistem surveillance pesawat ini ternyata mampu merekam gambar di atas Gunung Merapi dengan terbang vertikal hingga ketinggian 3300 meter atau sekitar 400 meter dari puncak Merapi.
Sebanyak 900 gambar resolusi tinggi berhasil diperoleh. Gambar-gambar tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi yang lebih detail. Informasi tersebut dapat digunakan untuk bahan mitigasi bencana. Informasi ini juga akan diserahkan ke pemerintah daerah untuk dijadikan informasi awal.
Keberhasilan ini sangat penting bagi kebutuhan pemantauan spasial yang harus dilakukan secara berkala terhadap gunung api tersebut. Pemantauan ini merupakan rangkaian penelitian bersama berjudul Membangun Kapasitas Daerah Sleman untuk Mitigasi Bencana Alam dengan Menggunakan Teknologi UAV.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan upaya mitigasi bencana Gunung Merapi berbasis data informasi tiga dimensi. Dalam penelitian ini, pesawat tanpa awak memotret kubah dan sungai-sungai yang dialui lahar. Pemotretan juga dilakukan dalam berbagai variasi sudut. Foto yang dihasilkan kemudian diolah dalam bentuk tiga dimensi atau Digital Elevation Model.
Bentuk tiga dimensi tersebut akan mempermudah penghitungan volume lahar dingin dan kubah. Dengan demikian, sumber primer bencana berupa besar guyuran lahar dapat diperhitungkan. Hal ini akan mengakibatkan proses mitigasi, evakuasi, dan peringatan dini tentang besarnya bencana dapat terinformasikan.
Gambar tersebut diperoleh dengan pesawat terbang tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle) atau UAV pada 25 dan 26 April lalu. Dalam pemantauan ini Lembaga Penerbagangan dan Antariksa Nasional bekerja sama dengan FMIPA dan F Geografi UGM serta R Botix Bandung.
Pemantauan Merapi ini menggunakan pesawat terbang nirawak berbahan styrofoam dengan panjang sayap 1,6 meter dan panjang badan 1,2 meter. Pesawat ini dilengkapi sistem terbang otomatis dengan program sasaran dan jalur terbang yang telah ditentukan.
Pesawat ini membawa kamera saku dan dapat terbang selama 30 menit. Sistem surveillance pesawat ini ternyata mampu merekam gambar di atas Gunung Merapi dengan terbang vertikal hingga ketinggian 3300 meter atau sekitar 400 meter dari puncak Merapi.
Sebanyak 900 gambar resolusi tinggi berhasil diperoleh. Gambar-gambar tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi yang lebih detail. Informasi tersebut dapat digunakan untuk bahan mitigasi bencana. Informasi ini juga akan diserahkan ke pemerintah daerah untuk dijadikan informasi awal.
Keberhasilan ini sangat penting bagi kebutuhan pemantauan spasial yang harus dilakukan secara berkala terhadap gunung api tersebut. Pemantauan ini merupakan rangkaian penelitian bersama berjudul Membangun Kapasitas Daerah Sleman untuk Mitigasi Bencana Alam dengan Menggunakan Teknologi UAV.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan upaya mitigasi bencana Gunung Merapi berbasis data informasi tiga dimensi. Dalam penelitian ini, pesawat tanpa awak memotret kubah dan sungai-sungai yang dialui lahar. Pemotretan juga dilakukan dalam berbagai variasi sudut. Foto yang dihasilkan kemudian diolah dalam bentuk tiga dimensi atau Digital Elevation Model.
Bentuk tiga dimensi tersebut akan mempermudah penghitungan volume lahar dingin dan kubah. Dengan demikian, sumber primer bencana berupa besar guyuran lahar dapat diperhitungkan. Hal ini akan mengakibatkan proses mitigasi, evakuasi, dan peringatan dini tentang besarnya bencana dapat terinformasikan.
sumber:http://www.technology-indonesia.com
Around us: Erupsi Gunung Kelud
Hello readers!
Masih ingatkah kalian tentang Gunung Kelud yang beberapa waktu lalu meletus?
Pemberitaannya heboh, pasti semua sudah tahu, kan?
Bahkan dampak abu vulkaniknya saat itu sangat kuat, loh. Salah satunya di sekolah kita, SMA N 1 Ungaran juga terkena hujan abu. Wah jauh sekali ya? Beberapa sekolah di Semarang juga sempat diliburkan.
Memang seperti apa sih kondisi Genung Kelud saat itu?
Kita punya salah satu informasi nya nih ! check this out yaa
Gunung Kelud meletus, hujan abu hingga wilayah Jateng
Hujan abu akibat dampak letusan Gunung Kelud telah menerpa hingga sejumlah wilayah di Jawa Tengah dan Yogyakarta, yang berjarak lebih dari 200km dari gunung Kelud.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB,
menyebutkan hujan abu menyebar di beberapa wilayah, seperti Kediri,
Malang, Blitar, Surabaya, Ponorogo, hingga Pacitan, Solo, Semarang, Yogya,
Boyolali, Magelang, Purworejo, serta Temanggung.
Sejumlah laporan menyebutkan, masyarakat di sejumlah kota di Jatim,
Jateng hingga pulau Madura, merasakan langsung terpaan hujan abu
tersebut.
Gunung Kelud yang terletak di perbatasan
Kediri-Blitar, Jawa Timur, telah meletus sekitar pada pukul 22.50 WIB,
Kamis (13/02) malam, demikian Badan Nasional Penanggulangan Bencana,
BNPB, dalam keterangan resminya.
Seorang pembaca BBC Indonesia yang tinggal di Magelang, Jateng, mengatakan, hujan abu terjadi di wilayah tempat tinggalnya.
"Agak parah, Magelang masih hujan abu, deras,"
kata Faisal Alib dalam pesannya di situs Facebook BBC Indonesia, Jumat
(14/02) pagi, sekitar pukul 08.30 WIB.
"Abu vulkanik gunung Kelud sampai ke kota Kamal, Madura," kata Muhammad Taufik, dalam komentarnya.
Sementara, seorang warga di Surabaya, Merynda,
mengatakan menyaksikan hujan abu di kotanya pada Jumat pagi. "Hujan abu
lumayan tebal," tulisnya di laman situs Facebook Indonesia.
Evakuasi warga
BNPB menyatakan, proses evakuasi terhadap warga yang terdampak letusan gunung Kelud, yaitu mereka yang tinggal di radius 10 km.
Mereka yang diungsikan adalah warga dari 35 desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang.
"Jumlah penduduk terpapar sekitar 201.228 jiwa atau sekitar 58.341 jiwa kepala keluarga," ungkap data BNPB.
Menurut BNPB, masyarakat yang tinggal di radius
15 km banyak yang kerja bakti membersihkan pasir dan abu di jalan,
meskipun hujan abu masih berlangsung.
"Pembersihan dilakukan secara swadaya agar tidak ada kecelakaan lalu
lintas karena tebal abu pasir sekitar 3-5 cm," kata BNPB dalam situs
resminya.
Sementara, menurut BNPB pada Jumat (14/02) pagi,
dampak langsung letusan gunung Kelud ini menimpa tiga desa di wilayah
Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
"Yang terdampak tiga desa di Kecamatan Kepung,
yakni Desa Kebonrejo, Desa Besowo, serta Desa Kampung baru," demikian
keterangan resmi BNPB.
Menurut BNPB, kebutuhan mendesak bagi warga yang
tinggal di sekitar desa tersebut adalah masker, mck, air bersih, air
minum dan makanan.
sumber: http://www.bbc.co.uk
sumber: http://www.bbc.co.uk
Rabu, 09 April 2014
Pengertian Mitigasi Bencana
Bencana adalah suatu peristiwa yang menyebabkan gangguan serius pada masyarakat yang dapat menyebabkan kerugian harta benda hingga korban jiwa. Berdasarkan asal bahayanya, bencana dapat dibagi menjadi bencana alam, bencana sosial, dan bencana campuran.
Sedangkan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pengembangan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Secara singkat, mitigasi bencana adalah supaya untuk mengurangi dan memperkecil akibat bencana alam.
Pada penjelasan kali ini akan dibahas mengenai Mitigasi Bencana yang penyebabnya berkaitan dengan faktor-faktor alam, atau yang biasa disebut bencana alam (catastrophe).
Pada Mitigasi Bencana Alam, dikenal istilah Kawasan Rawan Bencana (KRB), yaitu suatu kawasan di permukaan bumi yang rawan bencana alam akibat proses alam maupun non alami. Sebagai daerah pertemuan lempeng Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania, menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung api sehingga secara geologis Indonesia merupakan daerah yang berpotensi bencana. Selain itu posisi geografis Indonesia yang terletak di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta kondisi relief (tinggi rendah permukaan bumi) yang beragam juga menjadi faktor penyebab rawannya terjadi bencana di wilayah kita.
Untuk itu, pihak pemerintah Indonesia mendirikan suatu badan yang berwenang merumuskan konsep kebijakan penanggulangan bencana, memantau, dan mengevaluasi penanggulangan bencana. Badan itu disebut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Penanggulangan bencana ini dapat berupa pencegahan dan pemulihan dampak bencana, tergantung pada bencana yang terjadi.
Tujuan Mitigasi Bencana
Mitigasi Bencana memiliki tujuan utama (ultimate
goal), antara lain:
1. Mengurangi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh bencana, khususnya bagi penduduk, seperti korbanjiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy
costs) dan kerusakan sumber daya alam.
2. Sebagai landasan (pedoman)
untuk perencanaan pembangunan.
3. Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public
awareness) dalam menghadapi serta mengurangi dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
Bencana Alam Gunung Meletus
Gunung Meletus adalah peristiwa
yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh
gas yang bertekanan tinggi.
Magma
adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu
yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari
1.000 °C. Cairan magma yang
keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava
yang dikeluarkan bias mencapai
700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan
abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan
lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.
Tidak semua gunung
berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus
disebut gunung berapi aktif.
Melihat
kondisi letak geologis Indonesia yang merupakan pertemuan antara lempeng
pegunungan sirkum pasifik dan mediterania, Indonesia memiliki banyak gunung api
yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Namun, tidak semua gunung
api di Indonesia merupkan gunung api aktif, sehingga aktifitas dan proses
vulkanismenya terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama. Di Indonesia banyak
sekali Gunung-gunung api yang memiliki tingkat keaktifan cukup tinggi, di
antaranya Gunung Merapi, Gunung Slamet, Gunung Kelud, Gunung Krakatau, dan
Gunung Sinabung.
Berikut akan dijelaskan mengenai Kawasan Rawan Bencana
(KRB) Gunung Meletus di Indonesia.
Kawasan Rawan Bencana Alam Gunung Meletus
1. Indonesia terletak pada busur cincin api mediterania.
Jalur cincin api ini membusur di sepanjang Pulau Sumatera, Selat Sunda, Pulau Jawa, Pulau Bali, rangkaian Kepulauan di Nusa Tenggara, dan berakhir di Kepulauan Banda.
2. Indonesia terletak pada busur cincin api pasifik.
Jalur cincin api ini meliputi serangkaian gunung api di Pulau Sulawesi Utara, Kepulauan Maluku, Kepulauan Banda, dan Papua Barat.
Jalur Ring of Fire
Gunung api yang akan meletus memiliki tanda-tanda.
Tanda-tanda tersebut membantu masyarakat setempat untuk lebih bersiaga dan berwaspada demi keselamatan mereka. Dengan mengetahuit anda-tanda gunung api akan meletus, diharapkan masyarakat dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi kemungkinan terburuk, di samping ada juga kemungkinan gunung hanya meningkatkan aktifitasnya, tidak sampai meletus dan merugikan masyarakat.
Ciri – ciri Gunung Api Akan Meletus :
1. Suhu di sekitar gunung naik.
2. Mata air menjadi kering.
3. Sering mengeluarkan suara gemuruh.
4. Sering terjadi gempa-gempa kecil.
5. Tumbuhan di sekitar gunung layu.
6. Binatang di sekitar gunung bermigrasi.
Gunung
api yang meletus menimbulkan berbagai dampak pada lingkungan, dampak tersebut
dapat berupa dampak negatif dan dampak positif. Dampak negatif secara
keseluruhan berakibat merusak dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat, baik
harta benda, bahkan korban jiwa. Dampak positif pada dasarnya terjadi pasca
letusan, memberikan keuntungan dan manfaat bagi masyarakat, sekaligus menjadi
hikmah di balik terjadinya suatu bencana.
Dampak yang ditimbulkan akibat gunung meletus:
Dampak negatif primer (utama) :
1. Leleran lava.
Lava yang mengalir keluar dari lubang magma merupakan cairan yang sangat panas, oleh sebab itu lava dapat seketika merusak, membakar, dan menghanguskan segala yang dilaluinya.
2. Aliran awan panas (piroklastik).
Di beberapa jenis gunung berapi, ada yang mengeluarkan awan panas,
awan panas ini tidak hanya keluar membumbung tinggi melalui lubang
magma, tetapi juga terjun jatuh ke daerah
di bawahnya. Awan panasan yang dihembuskan
angin dapat berkecepatan 90 km/jam.
Seperti pada Gunung Merapi, gunung ini mengeluarkan awan panas yang biasa disebut wedhus gembel. Awan ini bersuhu sangat tinggi sehingga dapat merusak dan melapukkan apa saja yang dilaluinya. Tidak ada cara untuk menyelamatkan diri dari awan panas tersebut kecuali melakukan evakuasi
sebelum gunung meletus.
Pasca letusan Gunung Merapi,
terdapat kawasan yang dulunya dilewati awan panas. Di kawasan ini terdapat bekas-bekas rumah
yang hancur, kendaraan yang lapuk dan tertutup abu, bangkai hewan, bahkan pasca letusan banyak pula ditemukan mayat manusia yang
tewas akibat awan panas.
Awan Panas Gunung Merapi
3. Gas
beracun.
Gas
vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saa terjadi letusan gunung api
antara lai Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2),
Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur Dioksida (SO2) dan
Nitrogen (N2).
Ketika
gas tersebut dihirup oleh manusia, akan menimbulkan bahaya yang serius. Untuk
itu masyarakat sekita gunung api ketika aktifitas gunung meningkat
dihimbau untuk menggunakan masker, selain juga menghindari terhirupnya
abu vulkanik.
4. Abu
Vulkanik.
Abu
vulkanik yang dikeluarkan gunung api pada saat meletus dapat membahayakan organ
pernafasan manusia. Untuk itu masyarakat sekitar dihimbau untuk selalu
menggunakan masker ketika terjadi hujan abu. Karena hembusan angin, dampaknya
bisa dirasakan ratusan kilometer jauhnya. Pada letusan besar seperti pernah
terjadi di Gunung Krakatau, abu yang dihasilkan bahkan menutupi sinar matahari
sampai berminggu-minggu.
Dampak negatif (sekunder):
1. Lahar dingin.
Lahar dingin adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunung (gunung berapi). Di Indonesia khususnya, aktivitas aliran lahar ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan.
Lahar dingin adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunung (gunung berapi). Di Indonesia khususnya, aktivitas aliran lahar ini akan meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas curah hujan.
2. Banjir bandang.
Banjir bandang yang terjadi juga merupakan dampak dari aliran lahar dingin.
Lahar dingin pasca letusan:
Arus lahar dingin yang deras
3. Longsoran vulkanik.
Berupa material vulkanik seperti batu, pasir, dan abu, yang longsor dan jatuh ke kawasan di bawahnya yang lebih rendah.
Dampak positif primer
(utama) :
1.
Sumber Daya Bahan Galian dan Mineral.
Gunung api menyimpan berbagai mineral yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
2.
Sumber Daya Panas Bumi.
Sumber Daya Panas Bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Sumber Daya Panas Bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Uap
3. Sumber
Daya Wisata Gunung Berapi dan daerah perkebunan.
Pasca letusan, kawasan sekitar gunung api menjadi daya tarik wisatawan
untuk berkunjung melihat dampak letusan. Selain itu, abu vulkanik hasil letusan
juga sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah. Daerah sekitar gunung api menjadi
daerah perkebunan yang subur sehingga membantu perekonomian masyarakat setempat.
Lahan subur untuk perkebunan
Langganan:
Postingan (Atom)